WFA jauh – bagian 2

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Setelah makan siang di pendopo alun-alun, saya berkeliling sebentar dan foto dulu di dekat plang Rangkasbitung.

image host

Ada salah satu kafe yang gak terlalu jauh dari alun-alun. Namanya Kawan Cafe Space. Lokasinya agak masuk ke dalam gang. Masuk, lihat menu dan saya gak pesan makanan berat kali ini karena sudah makan nasi sebelumnya hehe. Jadinya saya pesan kentang goreng dan kopi aja.

image host

kentangnya belum dateng

Saya sampai di kafe ini sekitar jam satu siang. Sambil lanjut standby kerja dan cicil nulis posting sebelumnya. Untuk harga makanan dan minuman disini masih relatif wajar dan seperti kafe-kafe di Bekasi. Segelas kopi Rp20.000,- dan kentang.. gak sampai Rp20.000,-. Kafe ini cukup ramai pengunjungnya. Ada yang sambil bekerja juga. Pekerjaan di hari itu cukup lancar karena tidak ada klien yang komplain. Asik ngetik, jam sudah hampir menunjukkan pukul setengah tiga sore. Saya menyudahi sesi kafe kali ini dan lanjut ke masjid alun-alun lagi.

Setelah salat Ashar, saya kembali ke pendopo untuk cek pekerjaan. Saya juga cek jadwal kereta. Ternyata saya terlambat ambil kereta pulang (kalau ingin sampai rumah saat Maghrib). Saya cek ada jadwal keberangkatan selanjutnya yang gak terlalu lama. Saya lanjut gowes ke stasiun. Saat sampai di stasiun, kereta arah Tanah Abang sudah siap. Cuaca di sore itu juga mendung bahkan seperti akan hujan Kondisi keberangkatan arah tanah abang sepi dan cenderung kosong. Saya bisa duduk di dekat pintu. Sambil cek kerjaan, did online course, laporan harian ke atasan, dan juga presensi keluar/pulang.

image host

berhenti di Tigaraksa

Karena cukup lelah, saya pun tidur. Saya bangun saat kereta sudah mendekati arah Jakarta. Lebih spesifiknya sekitar Stasiun Pondok Ranji. Saya sempat bingung mau turun atau tidak. Karena waktunya terasa “nanggung”. Masih sekitar jam lima, ke waktu Maghrib juga masih agak lumayan. Tapi saya pikir kalau Maghriban di Stasiun Tanah Abang kayanya bakalan ribet karena Tanah Abang itu stasiun transit. Masih ada dua stasiun lagi sebelum Tanah Abang, yaitu Kebayoran dan Palmerah. Tapi saya juga khawatir dua stasiun tersebut bakal lebih ramai dari Pondok Ranji.

Akhirnya saya memutuskan untuk turun di Pondok Ranji. Cuaca kala itu (seingat saya) gak hujan (mendung), namun di kereta ada bekas hujan. Berarti sempat hujan saat saya tidur. Lalu saya menuju ke area peron seberang (service area seperti toilet, dll ada di seberang soalnya) agak ribet (kalo bawa sepeda) karena harus lewat lintas bawah/underpass dan tidak ada eskalator. Masih ada waktu sekitar setengah jam menuju waktu Maghrib.

Setelah Salat Maghrib, saya pun balik lagi ke peron arah Jakarta. Beberapa menit menunggu, kereta arah Tanah Abang pun tiba. Kali ini keretanya penuh, gak kaya kereta sebelumnya (yang saya naiki dari Rangkasbitung). Mungkin karena jam pulang kerja juga ya?

Setelah melewati Stasiun Kebayoran dan Palmerah, tiba juga di Stasiun Tanah Abang. Di peron sudah banyak penumpang yang hendak naik ke kereta ini (yang nantinya akan balik ke arah barat lagi). Peron Stasiun Tanah Abang juga ukurannya relatif kecil. Suasana di Stasiun Tanah Abang sangat ramai dan padat. Kereta arah bekasi terletak di peron seberang. Angkat-angkat sepeda lagi hehe. \

Dari Tanah Abang ke Bekasi ada dua pilihan. Naik kereta yang lewat Manggarai atau naik kereta yang lewat Angke/Kampung Bandan. Lewat Manggarai bisa lebih cepat namun bisa jauh lebih padat (karena Manggarai juga stasiun transit). Lewat Kampung Bandan bisa lebih lama (karena memutar) namun biasanya lebih sepi. Karena saya bawa barang yang relatif besar, saya ambil kereta yang arah Kampung Bandan saja. Biar lebih nyaman bagi saya dan penumpang lain.  Kereta yang datang terlebih dahulu yaitu kereta yang arah Manggarai. Kereta arah Kampung Bandan tiba gak lama kemudian. Relatif lengang dan saya masih bisa dapat “parkir” di dekat pintu.

image host

parkir

Tiba juga di Stasiun Kampung Bandan, dimana peronnya ada di lantai dasar dan lantai atas (bertingkat seperti di Manggarai). Di perjalanan pulang saya sudah tidak banyak ambil dokumentasi. Akhirnya saya tiba di Stasiun CIbitung sekitar pukul 8:30. Hujan sudah reda (sebelumnya sempat hujan). Tarifnya sama, Rp12.000,- untuk jarak +140 km. Murah.

image host

Cibitung

Begitulah cerita saya jalan-jalan pekan lalu. Kesimpulannya gimana? Jauh dan capek. Tapi pengalaman baru. Mau coba lagi? Gak dulu dalam waktu dekat ini. Sampai jumpa. Bye.

Leave a Comment