Pekan lalu (30/01) saat berangkat kerja di daerah Bumi Sani, Tambun saya lihat ada keramaian. Banyak polisi, ada mobil damkar, ambulans dan banyak kendaraan lain. Saya gak tahu ada apa ini. Apakah ada bencana atau hal lain.
Saya juga lihat ada alat berat yang terparkir. Banyak juga massa yang berkumpul dan juga kalimat penolakan penggusuran. Tapi saya masih belum tahu inti dari ada apa ini sebenarnya.
Saat saya buka media sosial, ternyata ada eksekusi lahan sengketa hasil putusan pengadilan. Wah kaget juga saya. Saya baca-baca berita juga banyak warga yang merasa sudah punya sertifikat hak milik atas properti mereka, namun masih kena gusur.
Ternyata lahan tersebut adalah lahan sengketa dan kasusnya sudah dari tahun 1996. Sudah lama juga ya. Para warga yang memiliki SHM mengatakan mereka pernah cek ke instansi terkait dan hasilnya tanah tersebut tidak terblokir. Mereka juga membayar pajak PBB tiap tahunnya.
Di daerah sengketa tersebut juga ada area kluster yang lumayan baru, kalau tidak salah baru selesai beberapa tahun belakangan ini (saat pandemi). Harga rumah yaa lumayan. Bisa enam ratus juta.
Saya juga masih awam tentang persengketaan tanah. Saya baca-baca di internet kalau seperti ini biasanya karena ada mafia tanah dan juga hal-hal lain yang gimana caranya bisa menerbitkan beberapa surat kepemilikan tanah.. ibarat tanahnya satu tapi SHM-nya ada beberapa yang punya.
Kalau seperti ini ya banyak yang dirugikan. Pemilik awal tanah merasa tanahnya ditempati oleh orang lain (yang saat ini tempat tinggalnya digusur). Dan orang-orang yang tempat tinggalnya digusur juga rugi karena sudah beli properti mahal-mahal, sertifikat sudah keluar, tapi kena gusur.
Yang untung siapa? Si mafia tanah (dan oknum-oknum yang terlibat).
Semoga kasus mafia tanah bisa cepat hilang dan tidak terjadi lagi.